Fitri; Gadis Serba Baru



Fitri; Gadis  Serba Baru

            Sekian lama para Kokkonang tidak menggerundel argument, mencipta rindu pada relung hati Marhasan akibat liburan Ramadhan, membuat Marhasan resah, gelisah, galau, bahkan tak betah hidup. Kenangan di pesantren terpotret kembali dalam benaknya, seolah-olah Marhasan berada di ruang bioskop menyaksikan adegan-adegan lucu, pilu, bertengkar argumen sampai air matanya menjadi saksi kenestapaannya. Kemudian, Marhasan tersadar dari lamunannya. Jiwa layunya, kini mulai bermekaran. Marhasan bangkit dari tempat duduknya, lalu mencari Hp segera menguhubungi Juha untuk membuat grup Whatsapp (WA) Kokkonang agar suasana intelektual para Kokkonang tidak beku. Bahkan Marhasan memerintahkan Juha untuk memasukkan orang lain yang siap menjadi teman ngobrol para Kokkonang. Ada dua orang gadis berhasil masuk dan semua baru tersadar bahwa mereka belum saling berkenalan.
            “Selamat datang. Semoga kalian kerasan bersama kami?” ucap Marhasan memecah hening.
            “Semoga kami bukan beban untuk kalian!” jawab gadis pengagum 1
            “Kamu siapa namanya?” celetuk pengagum gadis 2
            “Saya Marhasan”
            “Terus yang lainnya?”
            “Saya Dulhaddat”
            “Hadir! Saya si kembar Dolala dan Dolali”
            “Kok hanya lima? Satunya lagi mana!”
            “Maaf telat. Hadir! saya Juha”
            Sontak dua pengagum tertawa. “Kok aneh? Baru kali ini aku dibuat puyeng dengan nama-nama kalian. Apa mungkin kalian manusia aneh atau memakai nama samaran?”
            Supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kecemburuan social. Marhasan mencoba memberanikan diri untuk menjelaskan, “Namaku Qiey sementara Marhasan adalah nama aneh di desaku. Selanjutnya, Syauqi bernama Dulhaddat. Lainnya lagi, Yayan bernama Sugambar. Si kembar Umam dan Novan bernama Dolala dan Dolali…”
            “Maaf sebentar?” potong gadis pengagum 1. “Kok bisa dinamakan si kembar. Tho, realitanya mereka tidak kembar?”
            “Secara hakikat mereka tidak kembar. Akan tetapi, kesamaan dalam berependapat membuat mereka dijuluki si kembar”
            “San…?! Kok aku gak dibahas?” celetuk Juha.
            “OTW… terakhir itu wafa bernama Juha”
            “Mengapa kalian memakai nama samaran. Tho, nama asli kalian bagus-bagus?”
            “Kami ingin mengangkat nama yang tidak terangkat. Sering kali nama itu dianggap lucu, kolot, tak teruji zaman, tak berpendidikan… nama adalah identitas hidup. Setiap makhluq memiliki nama-nama tersendiri sebab melalui nama, rasa solidaritas dapat merekatkan saling ta`arruf antar makhluq lainnya. Seringkali orang beranggapanbahwa nama yang sitemnya buruk maka implikasi sikapnya juga buruk dan nama uang sistemnya baik maka implikasi sikapnya juga baik. Hal itu adalah anggapan yang salah. Hatilah sentral menkanisme sikap manusia. Maka dari itu, anggapan-anggapan tidak sehat menjadi sehat dan bupblik akan mengenal kami walau kami terlahir dalam keadaan aneh.”
            “Jadi begitu, ya? Meskipun kalian aneh menurut persepsiku tapi kalian ikut arus `kan?”
            “Apa maksudmu?”
            “Dalam ilmu fisika arus terbagi menjadi dua: arus daratan dan arus lautan. Lantas kalian memilih yang mana daridua arus itu?
            “Sudah. Sudahlah jangan bersastra. Kami ini orang-orang awam!”
            “Ramadhan sebentar lagi akan menjadi kenangan. Kita akan menuju jalan fitroh. Aku khawatir, berakhirnya ramadhan menjadi akhir hidupku. Sementara aku masih belum mencipcipi manisnya Lailatul Qodar untuk bersua pada Sang Khaliq sebelum aku menjadi bayi yang butuh pada asuhan, bimbingan, dan petunjukNya. Maka sebelum melaakukan training menuju fitri, kita akan dihadapi oleh stereotip nenek moyang kita. Ini yang kumaksud dengan arus itu. Kedaratan kita kembali pada tradisi leluhur dan kelautan kita maju mengikuti zaman. Tradisi lama diganti dengan tradisi baru yang efektif, efesien, dan tak perlu pusing dengan beban pikiran akasesoris tubuh, keluarga dan rumah. Sering kali aku melihat orang mengikuti arus daratan. Pada setiap pasar atau toko-toko diserbu dari berbagai kalangan untuk membeli aksesoris tubuh dan fasilitas rumah. Dari pembelian aksesoris tersebut menjadi simbol ke-baru-an dalam menyambut hari kemenangan setelah satu bulan memerangi hawa nafsu. Dipikir secara nalar agak lucu, kita layaknya bayi mungil, lucu, imut, suci, dan tak berdosa. Bayi saja yang baru lahir ngomelnya mintak ampun kalau tidak diberi sesuatu yang baru. So, pasti orang tua tak tega melihat buah hatinya tampil dengan gaya lama—aksesoris tubuh meminta pada atau meminta belas kasihan—bayi saja seperti itu, apalagi kita? Maka melalui momen dan momentum fitri, selayak pandang memakai budaya fitri: baju baru, sandal baru, makanan baru, dan lainnya serba baru.”
            “Fitoh, suci, secara perspektif adalah baru.secara pandangan agama baru adalah suci dari hadast. Tak ada kotoran yang menempel, sehingga menutupi simbol kebaruan. Momen-momen seprti ini yang banyak diminati khalayak ramai. Sebab untuk bersua pada Sang Maha Baru perlu pula serba baru. Rasa simpati pada Sang Kholiq yang telah menciptakan manusia. Perlu kiranya, kita menghargai pada saat-saat momen seperti ini. Manusia sekarang ini banyak berkecipung pada dunia hedonism, sekularisme, politik, birokrasi… tanpa mengingat kembali hakikat penciptaanNya. oleh karena itu, melalui sistem budaya ini, kita ciptakan toleransi tehadaptuhan yang telah memproses kita samapai saat ini. “
            “Bagaimana dengan orang yang tidak mampu. Apakah mereka mempunyai beban untuk mengikuti tradisi baru?”
            “Semua orang pasti mempunyai beban. hidup bukan untuk bersantai. Dunia adalah lading beban. Manusia beraktivitas sehari-hari sembari memikul beban di punggungnya. Setiap beban pasti ada keringanan—anggapan ini adalah THR—banyak orang memanfaatkan THR dari seorang dermawan, sebab Ramadhan dijadikan lading pahala dan keridhaan Tuhan. Hal ini,menjadi jalan bagi orang miskin mengikuti alur baru. Baru disini artinya, segala sesuatu yang tidak lama. Logikanya, kalian shalat `id bersua pada Sang Maha Baru sementara kalian tidak baru. Apakah tidak bergetar hati kalian? Kalian meliahat para Jemaah memakai pakaian baru, sementara kalian masih seperti biasa, otomatis rasa iri dan dengki akan melekat pada diri kalian bahkan tampil seperti mereka menjadi tujuan utama. Justru kalian terlihat kerdil terhadap fenomena yang kalian hadapi. Mampukah kalian untuk bertahan?”
            Susasana menjadi tegang. Panas. Memuncak.                                                
            “Sebentar dulu,” Sugambar mulai angkat suara. “ letak eksistensi ke-baru-an itu dimana? Dua tamu pendatang itu hanya memakai persepsi umum. Lumrah. Biasa. Tapi persepsi psikologis mereka tidak menyebutkannya. Hakikat baru adalah hati bukan pakaian, makanan, rumah, atau kendaraan. Sebab itu semua adalah efek samping dari nafsu manusia, maka melalui momen Idul fitri secara tradisi memang benar. Namun secara kaca mata agama, hal itu adalah salah. `id, yang dimaksud ini adalah kembali. Fitri adalah suci. Jadi maksud dari idul fitri adalah liman ghufiro lahu  azdhunubu. Orang yang diampuni segala dosanya. Oleh karena itu, hati sebagai sentralnya segala, menjadi kunci dari semua.belum tentu orang beraksesoris baru artinya itu baru?”
            Haqqul yaqiin padamu, Sugambar!” berkata dulhaddat.
            “Aku ikut Sugambar” nambah lagi dolala dan dolali.
            Sementara Marhasan tidak ikut berpendapat dalam grup. Dia membuka chat baru di kronologi Juha. “Juha…! Bagaimana kalau nambah satu gadis lagi  bernama fitri agar lengkap sudah pembahasan serba baru”
Gapura, 06 Juli 2017

Mohon Maaf Lahir dan Batin

0 Response to "Fitri; Gadis Serba Baru"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel