Cinta tak harus Memiliki
Cinta tak
harus Memiliki
"Qiey, cinta tak harus
memiliki," ungkap Marhasaan suatu ketika.
Saya tersadar dari lamunanku. Betapa
mengertinya dia dengan perasaanku selama ini. Iya, ungkapan itu sering saya
dengar dari seorang yang pengalaman bercinta. tak mungkin orang tak
berpengalaman bisa mengungkapkan bahasa itu, karena keseluruhan cinta belum
perna dirasakan: sedih dan bahagia, pahit dan manisnya. Seingat saya, banyak
saya dengar dari teman bercurhat, status fb, atau dari buku dairy yang pernah
saya baca. Ada apa dengan cinta dan tak memiliki?
Di sini ada bahasa yang tertarik saya
ulas. Saya awali dari cinta. Apa itu cinta? Setiap manusia takkan lepas dari
cinta. Karena cinta adalah jiwa dari tubuh yang bernyawa. Cinta adalah makhluq Tuhan yang
perlu kita rawat, kita didik, dan kita adaptasikan dengan cinta lainnya.
Terkadang cinta akan membawa kita pada kebahagian hakiki. Inilah puncak cinta
sebenarnya adalah cinta pada sang pencipta. Cinta yang tak bisa ditukar dengan
cinta lainnya sebab kesatuan cinta dan pencipta bagaikan ikan dan air, apabila
terpisah tidak akan mengalami transformasi atau mati dengan sendirinya.
"Cinta adalah makhluq universal"
berkata Marhasan sembari jaga toko.
Sebuah ucapan yang lahir dari makhluq
universal seperti dia. Apa arti cinta universal? Saya mengartikan cinta pada
semuanya. Manusia adalah universal ,
jadi wajar bila kita mencintai makhluq daripada Tuhan, karena kita bukan
seorang sufisme yang mempokuskan cinta kita pada Tuhan. Kita bukan Rabi'ah al
Ahdawiah bahwa cintanya hanya Tuhan sehingga lamaran Hasan al Basri ditolak
secara halus. Kita adalah manusia secara umum bukan secara khusus maka
kewajaran cinta pada orang lain sebagai bentuk kemanusiawian cinta pada Tuhan.
Hanya saja cinta pada makhluq jangan dijadikan alat memudarkan cinta pada
Tuhan, tapi jadikan sebagai persebahan hamba untuk cinta pada sang Tuan.
Kemudian lahir sebuah ungkapan "Cinta karena Allah" artinya, kita
mencintai makhluq bukan memandang kecantikan atau kegantengan karena hal itu
bersifat relatif melainkan berpandangan pada Pencitpa, bahwa cinta pada makhluq
sebagai pengambdian hamba pada Tuhan. Di sini Tuhan tetap dinomorsatukan dan
makhluq sebagai alat cinta pada Tuhan. Pernah dengar kisah cinta Layla Majnun
yang ditulis Syekh Nizami, sebuah cinta agung yang tetap memprioritaskan Tuhan
dibanding lainnya tapi melalui kecantikan Layla, makhluq ciptaanNya. Maqam
seperti Layla Majnun yang sekarang ini sudah hampir terhanyut zaman. Sebab
cinta saat ini hanya memprioritaskan nafsuh bukan zat cinta. Tentu saja cinta
kita tak bertahan lama. Mengapa? Karna zat cinta kita tukar dengan wujud nafsuh
sendiri sehingga rasa cinta akan berujung pahit. Ada sebuah ungkapan Majnun
pada Layla yang mesti direnungkan bagi
seorang pecinta. " Cintaku pada Layla ada cinta dari langit sementara
cinta bumi adalah cinta yang lahir dari nafsuh" di sini ada dua bahasa menggelitik pikiran
saya: langit dan bumi. Mengapa Majnun menempatkan cintanya pada Layla dengan
kata langit, karena langit adalah tempat bersemayamnya Tuhan. Maka cinta dari
langit adalah cinta dari Tuhan. Sementara arti kata bumi identik dengan sebuah
tempat yang tercelah seperti nafsuh, kerusakan, pertumpahan darah dan
sebagainya. Apabila Majnun menempatkan cintanya pada sebuah ungkapan bumi,
misalnya, maka cintanya tak akan bertahan lama. Karena nafsuh adalah anak setan
dengan tujuan untuk melupakan manusia pada Tuhan , seperti yang pernah di alami
Adam dan Hawa sebelum terusir dari surga.
"Mencintai orang yang dicintai merupakam
salah satu kebahagiaan dalam kehidupan. Akan tetapi kebahagiaan menjadi tak
sempurna jika kamu tidak memilikinya. Oleh karena itu, demi menyempurnakan
kebahagian tersebut banyak orang yang rela berkorban mati-matian mengejar cinta dari orang yang mencintainya.
Sayangnya cinta bukanlah pengorbanan dan rasa cinta tidak akan muncul begitu
saja hanya karena kamu berkorban untuknya. Jika kamu merasa bahagia hanya untuk
mencintai nya, lalu untuk apa kamu memilikinya? Memang, kamu bisa saja berusaha
untuk memilikinya. Tapi kamu juga bisa merelakan pergi jika orang yang kamu
cintai ternyata tidak mencintai kamu, dalam arti kata lain "Dia tidak
memiliki kamu" oleh karena itu lebih baik kamu mencari takdir cinta yang
lain, cinta yang bersifat rasa memiliki di antara salah satunya," tegas
Marhasan menepuk pundakku.
Saya hanya bisa diam dan melihat kendaraan
berlalu-lalang.
"Setiap manusia pasti ada cinta dalam
dirinya, termasuk juga saya. Tapi apakah orang yang kita cintai selamanya kita
miliki? Belum tentu! Yang perlu kita miliki adalah zat cinta, sementara yang
dicintai (objek) tak harus kita miliki. Bagaimana jika dibalik. Kamu tak
memiliki zat cinta tapi memiliki yang dicinta, terus secara logika mana mungkin
kamu mencintai jika tidak ada cinta? Cinta adalah perasaan terdalam setiap
manusia, jika manusia tidak memiliki cinta maka tak ubahnya seperti hewan. Ini
konsep dasarnya perlu kamu ingat,"
"Cinta dan tak harus memiliki adalah
kata berlawan dan bumerang bagi seorang pencinta. Oke, jika kamu berhasil mendapatkan
dia sampai berjenjang dipelaminan, apakah dia, kamu miliki selamanya? Kita
bicara dunia bukan akhirat. Manusia akan mati, jika dia mati duluan sementara
kamu masih muda pasti memilih dia yang lain. Manusia memang seperti itu makhluq
universal dia-nya mati masih tersimpan rapi dia lainnya. Bagaimana cara kita
memiliki selamanya? Carihlah dia yang memiliki rasa memiliki terhadap kamu.
Saya istilahkan cinta sejati, adalah cinta bersifat saling memiliki dan apabila
kelak terpisah dijadikan awal pertemuan baru."
Saya hanya berdiam mendengar kultum
Marhasan, seolah Ibnu Qayyim hadir menjelaskan persoalan Cinta.
Jakarta, 01 November 2017
0 Response to "Cinta tak harus Memiliki"
Posting Komentar