Momen Pesta Yasin, bukan Monomen Pesta Seks


Momen Pesta Yasin, bukan Monomen Pesta Seks
            

 Mestinya Valentine`s Day menjadi momentum keramaian dan kemesraan sehingga tidak menutup kemungkinan di jalan-jalan, taman bunga, dan wisata akan bertambah penuh sebagai tempat memadukan cinta. Bagi seorang pecinta Valentine`s Day adalah hari pertemuan titik pusat mengkrongkretkan sesuatu abstrak misal cinta semu menjadi jelas, cinta tak tentu arah mendapat petunjuk dan cinta dibalik monitor bisa tampil di depan layar. Jangan heran kalau sebagian orang menganggap Valentine`s Day sebagai “Hari Romantisme” dan sebagiannya lagi “Hari Santanisme”. Dua persepsi positif dan negatif memang selalu menjadi perang intelektual sehingga banyak orang ragu memilih pegangang hidupnya. Mengapa Valentine`s Day menjadi hari romantisme karena pada hari itu menjadi pertemuan kasih dengan sayang, cinta dengan asmara, dan rindu dengan pilu. Begitu sebaliknya, dikatakan hari santanisme sebab pada momentum itu menjadi awal kerusaakan moral dikalangan remaja. Lumrahnya, para remaja merayakan dengan pesta seks, party-party, bergandengan tangan, pergi ke bioskop dan sebagainya. Hal itu, semua menjadi fasilitas robohnya agama yang tertanam dalam jiwa pemuda sejak kecil. Makanya, saking efek sampingnya sangat besar MUI mengintropsikan bahwa hukum merayakan Valentine`s Day adalah haram adalah syirik  kerena sama dengan mengakui Yesus sebagai Tuhan.
            Mengapa populer diistalahkan valentine bukan kasih sayang atau pertemuan cinta? Dalam buku Valentine`s Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hollowen: so what? (Riski Ridyasmara, Pustaka Al-Kausar, 2005) secara detail menjelaskan bahwa Valentine`s Day berawal dari kisah Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudiuas II, kemudian ajal menjemputnya pada tanggal 14 Februari 269 M. Menurut pandangan tradisi roma kuno pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam Tarikh kalender Athena kuno periode antara pertengahan Januari dan Februari disebut sebagai bulan Benelio yang dipersembahkan pada pernikahan suci dewa Zeus dan Hera. Dua hari pertama (13-14 Februari) dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen Of Faverish Love) bernama Juno Februata. Pada hari itu para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis dalam sebuah kotak. Lalu, setiap pemuda dipersilahkan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya keluar harus menjadi kekasih tercinta selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi objek hiburan sang pemuda memilihnya. Ke esokan harinya tanggal 15 Februari mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini para lelaki muda melecut gadis gadis dengan kulit binatang. Para gadis itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur. Maka dari itu, Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi kuno itu menjadi hari perayaan gereja dengan nama Sains Valentine`s Day untuk menghormati Santo Valentinus yang kebetulan pada tanggal 14 Februari.
            Seperti biasa pada pertemuan rutin Kokkonang yang bertepatan dengan malam Valentine menjadikan suatu kebanggaan bagi para Kokkonang untuk merayakannya. Jauh sebelumnya, Marhasan mengagendakan pesta yasiin yang dikhususkan pada orang-orang tersayang dengan harapan rasa kasih dan sayang semakin erat mengikat hati sampai di surga nanti. Sungguh sangat aneh pemikiran Marhasan menfilter valentine dengan gaya baru sementara di luar kawulah muda mengagendakan dengan pesta seks, party, nonton bioskop, bergandengan tangan, jalan-jalan ke taman bunga, memberi coklat (Silver Queen) dan sebagainya. Secara pemikiran Marhasan suka dengan sesuatu yang berbeda. Ia masih ingat permainan Hompimpa siapa yang berbeda maka ia pemenangnya. Dengan perbedaan itu, dunia akan berwarna layaknya pelangi menghiasi kehidupan ini. Makanya, Marhasan memilih jalan alternatif tapi tidak menyimpang dari doktrin agama. Kalau mereka di luar manifestasi dhahir sementara Kokkonang membentuk manifestasi bathin. Dua persepsi ini selaras dengan Firman Allah surah Al- Kafirun lakum dinukum waliyadin. Agamamu agamamu dan agamaku agamaku. Dhahir ritual Kristen dan bathin ritual Islam.
            Maka terealisasinya pemikiran Marhasan menjadi kesempatan emas untuk dijadikan jembatan menuju cinta suci. Cinta bermata ilahi. Marhasan ditunjuk oleh para Kokkonang menjadi Hadi (pemandu arah) pembacaan yasiin secara berjamaah. Hadi tak khusuk mungkin anggotanya. Anggota tak khusuk dinilai dari kelompok jamaahnya. Sebelum pembacaan yasiin, terlebih dahulu membaca khususan seperti biasa yakni dimulai dari Rosulullah, Para Sahabat, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani ... dan terakhir orang yang di sayang. Al-Fatihah ...
            Gemuruh suara Firman Tuhan mengisi ruang sunyi dan menusuk hati para insan sehingga memiliki gaya tarik rohani untuk membacanya. Pembacaan yasiin selesai, menjadi simbol bahwa kabar hati sudah terbang pada Tuhan lalu disalurkan pada hati orang yang di sayang.
            Maka dimulailah obrolan hangat seputar pembahasan Valentine`s Day. Desas-desus dan canda tawa menghiasi amper masjid bagian selatan, ditemani sebatang rokok dan kopi khas tradisional Madura.
            “Saya belum paham mengenai ritual Marhasan malam ini. Secara formalitas Valentine`s Day identik mengirim kado pada kekasihnya, bercumbu mesra di taman bunga, membeli coklat silver queen ... malah ini terasa asing langkah sekali dalam konsep agama islam.” Gerutu Sugember.
            “Tentu kalian paham dengan konsep agama kita. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan bahkan syirik karena sepadan dengan menyekutukan Allah. Islam sendiri ada acara kesakralannya seperti Idul Fitri, Idul Adha, Sya`ban, Maulid Nabi. Itu semua adalah acara keagamaan seperti acara valentine yang ditradisikan orang Kristen. Mengapa orang islam luar pesantren tidak mendominankan acara Maulid Nabi tapi malah Valentine`s Day `kan dua acara itu sama memperingati meninggalnya dua tokoh besar?” bertanya-tanya Dolala.
            “Berarti kita semua ini murtad dong berdasarkan dalil barang siapa mengikuti suatu kaum maka ia adalah kaumnya” tegas Dolali.
            “Husy... jangan bicara sembarang. Usul Fiqih dan Qawaidul Fiqihnya rendah sok jadi hakim kontemporer” berkata Dul Haddat.
            “Kalian bicara ngawur-ngidul. Kalian paham  sejarah wali songo? Mereka dalam strategi berdakwa tidak langsung mengahpus tradisi kuno yang menjadi kebiasaan nenek moyang melainkan memasukkan unsur keagamaan dalam tradisi tersebut, misal rokat bujuk dalam tradisi itu dulunya ada ritual sembah pada dewa agung atau leluhur tapi ketika wali songo datang tradisi dengan tahlil, istighasah, pembacaan yasiin tanpa menhilangkan nama aslinya. Sedangkan valentine dampak negatifnya sudah jelas, tentu kita haru piawai menfilter dengan memasukkan unsur keagamaan. Kita hilangkan monomen pesta seks dan ganti dengan momen yasiin-an” sanggah Juha dari samping.
            “Baru ini namanya Agen Of Chage atau wali songo kecil-kecilan” berkata Sugember sembari menepuk-nepuk pundak Juha.
            Marhasan sedari tadi diam seribu bahasa merasa kagum pada anggotanya. Selama ini tidak ada orang yang berani menentang hukum apalagi dihadapan kita para ulama yang sudah lama hidup dengan kitab, sementara para Kokkonang tidak mampu membeli kitab apalagi sampai membacanya tanpa harkat. Tapi dibalik itu semua mereka mampu juga bersaing dengan siapa pun berdasarkan keilmuan dan empirisnya. Maka timbul rasa ambigu dalam diri Marhasan. “Yang benar MUI atau para Kokkonang?”
Gapura, 13 Februari 2017

PARA KOKKONANG MENGUCAPKAN
SELAMAT HARI VALENTINE TANGGAL 14 FEBRUARI 2017

SEMOGA MENJADI SUBSTANSI KASIH SAYANG PADA TUHAN DAN SESAMA.

0 Response to "Momen Pesta Yasin, bukan Monomen Pesta Seks"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel