Sandal Tasawuf Makhluk Aneh
Sandal
Tasawuf Makhluk Aneh
Marhasan bikin ulah lagi! Sekarang ia tampil beda dari sebelumnya. Ia lebih cocok dijuluki “Makhluk Aneh” sebab setiap saat ada-ada saja keanehan yang membuat orang lain tidak keras bersamanya. Dari sudut lain-ketika ia terangkat dari alam bawah sadarnya-banyak orang mengaguminya karena ia sering berdealektika dan mengisi keilmuan di setiap organisasi dan komonitas. Kendati demikian, karakter yang dimiliki Marhasan sungguh aneh dan jarang dimiliki orang lain, terkadang ia mengubah mindset karakternya menjadi politikus, liberalis, kulturalis, intelektualis, orang gila dan lain-lain. Dari beraneka ragam karakter Marhasan dapat menyimpulkan menjadi dua: pertama, makhluk aneh dan satunya lagi makhluk relatif. Malah yang dialami Marhasan sekarang adalah makhluk aneh, sementara makhluk relatif entah bersembunyi dibalik apa?
Makhluk aneh seperti Marhasan bermula ketika habis pulang
dari rumahnya sekedar sapa rindu pada orang tua dan lingkungannya. Ada apa
dengan diri Marhasan? Sebab-musabab pun tak jelas Marhasan bertingkah nyeleneh seperti Mahmud di sepanjang
jalan Gapura. Sebagian temannya menganggap Marhasan kerasukan “Setan-Logis”-
setan yang ditimbulkan kepanjangan mengkhayal. Sebagiannya lagi menganggap “Malaikat-Sufi”-
malaikat yang menimbulkan Nur Ilahi yang
tidak mampu dijangkau panca indra manusia sehingga apabila Marhasan melihat Nur Ilahi ia akan menjadi Musa melihat
gunung meletus atau Wais Al- Qorni yang dianggap gila oleh penduduknya.
Sebelum
Marhasan pulang ke rumahnya “setan-logis”
sudah menjalar ke tubuhnya sampai buah pemikirannya sulit dicipcipi orang-orang
biasa seperti paka Kokkonang melainkan butuh pakar-pakar hebat misal proveor,
cendikiawan, intelektualis untuk menjabarkan maksud dari pemikiran Marhasan.
Berbeda dengan sekarang setelah habis pulang dari rumahnya Marhasan seolah-olah
pernah belajar Tariqot pada ulama
sufi sehingga ia amnesia pada sejarah sebelumnya. Tapi apa mungkin Marhasan
tidak mampu pada tingkatan Tajalillah?
Yaitu tingakat pertemuan langsung dengan Dzat Maha Terang sehingga menjadi aneh
bukan gila seperti biasanya. Para Kokkonang sedih melihat perubahan Marhasan
meskipun seperti itu karakternya ia adalah saudara se hati dan pikiran.
Terkadang para Kokkonang berurai air mata melihat tingkah laku nyeleneh Marhasan,
namun kalau datang sadarnya ia layaknya seorang pelawak membuat orang tertawa
terpingkal-pingkal. Begitu sebaliknya apabila makhluk aneh masuk pada tubuh Marhasan
langit tak kuasa membendung air matanya apalagi para Kokkonang. Sungguh Maha
Adil Tuhan memberi kesadaran pada Marhasan untuk membahagiahkan orang yang
mengaguminya, akan tetapi pula Tuhan mengambuhkan penyakitnya untuk menguji
pengagum Marhasan, apakah mereka sungguh mengaguminya atau pura-pura?
Suatu ketika Marhasan ingin pergi ke masjid Baitus Salam demi
memenuhi panggilan Tuhan. Marhasan mempersiapkan segala macam sebelum ber-face to face dengan Sang Pencipta. Malu
rasanya, kalau Tuhan lebih tinggi konglomerat dari segi duniawi dan ukhrawi.
Bukannya hal itu terbalik, konglomerat diciptakan Tuhan malah konglomerat
terangkat derajatnya lalu diletakkan di atas kepala Tuhan. Menanggapi itu
semua, Marhasan sadar bahwa ia mesti mementingkan Tuhan dari segalanya. Oleh
karena itu, sebelum bermuajjaha pada Tuhan Marhasan memakai baju putih, kopyah
putih, sarung putih, parfum Bellagio putih dan sepasang sandal merah dan putih
karena hal itu semua fasilitator menuju porsi ma`rifatillah.
Marhasan keluar dari kamarnya dan mengundang ratusan mata
memandang dengan heran. Marhasan ibaratkan ulama sufi yang membangkitkan Imam
Al-Ghazali dan Syamsi Tamris dari kuburnya. Semua para santri bertanya-tanya
apakah Marhasan atau ulama sufi yang berjalan di tengah pesantren?
“Marhasan telah menjiwai sufisme?” berkata Dolala pada
waktu berada di depan blokc C2 bersama Dolali.
“Tak menutup kemungkinan ia menjadi gila!” sahut Dolali
saudara kembar Dolala.
“Husy… jangan ngawur. Rosulullah sang guru sufi tak
seperti itu kok?”
“Sufi memiliki tiga tingkatan yaitu: Tahallillah, takhallillah dan tajallillah. Sementara Rosulullah,
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, Imam Al-Ghazali, Rabi`ah Al-Ahdawiyah sudah
sampai pada semua tingkatan. Bisa jadi Marhasan gagal pada tingakan Tajallillah
ia menjadi gila seperti Wais Al-Qorni.”
“Kalau ia sufi tapi kok sandalnya selingkuh merah dan
putih?”
“Sufi memang aneh bin
ajaib dan sulit dijangkau dengan ilmu pengetahuan”
“Innalillahi `ibadan itza arada wa arada. Sesungguhnya
Allah tergantung atas kehendak hambaNya. Kita tidak usah salah menyalahkan
orang lain. Kita menemukan orang nyeleneh biarkan saja sebab tiap kehendaknya
akan berbarengan dengan kehendak Allah. Bagaimana pun Marhasan melakukan
sesuatu nyeleh dia adalah sahabat kita.” Potong Sugember melihat percekcokan
dua sahabatnya.
Bel berdering adalah sebuah tanda sholat jamaah akan
segera dilaksanakan. Marhasan meletakkan sandalnya di selatan masjid agar
selamat dari gangguan para santri yang membencinya. Sholat pun dilakukan.
Hening seketika. Marhasan tetap saja aneh, ia sholat tidak meniru gerakan imam
semisal ruku`, `itidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tahiyat melainkan
ia tetap dalam kondisi berdiri dari permulaan takbir sampai salam. Lalu Marhasan
duduk bersila di antara para jamaah dengan membaca tasybih dan istighfar. Para
jamaah memandang dengan bertanya-tanya. Heran dan benci bermuara. Marhasan
mengetahui itu semua seolah-olah tak memperdulikannya hanya suara dzikir yang
ia nyaringkan untuk menutupi ketidak khusyukan pada Tuhan. Kemudian Marhasan mengangkat ke dua tangan
dan mendongakkan kepalanya seraya berdoa. “Ya Tuhanku, jadikan tubuhku sebesar
rakrasa bengkak sehingga memenuhi ruang yang tersedia di neraka” Lalu Marhasan
mengusap linangan air matanya dan
menutup doanya dengan doa sapu jagat.
Setelah selesai Marhasan meninggalkan masjid menuju kamarnya.
Desas-desus dari para jamaah memenuhi ruang masjid dalam menanggapi doa Marhasan.
“Kamu dengar doa Marhasan?” berkata Sugember sedari tadi
bersama Dul Haddat berada di belakang shaf Marhasan.
“Itu `kan doa Rabi`ah Al-Ahdawiyah” sahut Dul Haddat dari
samping kanannya.
“Apakah sanggup Marhasan menerima konsekuensi doanya”
“Tuhan tidak akan menguji hamba di luar kemampuannya”
“Mengapa Marhasan jadi gila?”
“Inannallaha
Latukhliful Miad. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjinNya.”
“Allahu A`lam.
Semoga Allah mensadarkannya”
“Amin..” serempak riuh renda.
Begitu semuanya, detik menjelma menit. Menit menjelma
jam. Siang menjelma malam. Nuansa menjadi sunyi. Gemuruh Istighasah Maghrib mengisi ruang pesantren dengan tujuan
mengirimkan pahala pada pendiri pesantren. Terus dilanjutkan membaca al-Quran
pada pendamping masing-masing. Sungguh momen keagamaan menyelimuti pesantren
dari ppanas apinya kehidupan.
Azan Isya` berkumandang dan memanggil orang islamm untuk
datang. Langit membuka pintu-pintu surga
dan menutup pintu neraka dan Tuhan turun ke bumi seraya berfirman. “Berdoalah
kepadaku niscaya
Kukabulkan doamu.” Shalat segera
berlangsung para santri berbaris seperti pasukan perang untuk melawan hawa
nafsuh dan apabila menang akan bertemu langsung dengan Dzat Maha Terang. Marhasan
tetap seperti sedia kala memiliki ciri khas tersendiri dalam bershalat. Shalat
pun sudah selesai, dilanjutkan dengan berdzikir dan kemudian pembacaan yasin
yang dikhususkan kepada para pendiri, pesantren, keluarga dhalem, orang tua,
alumni serta santri. Seusai itu semua, pengurus memberi intropsi “sekarang operasi
sandal” Marhasan sontak seketika, ia teringat sandalnya yang berada di selatan
masjid pasti tertangkap basah oleh pengurus sebab tidak formalitas. Disisi
lain, Marhasan akan kehilangan sandal tercintanya sebab dengan sandal itu ia
menjadi dekat dengan Tuhan.
Di luar masjid para
pengurus mengumpulkan semua sandal santri di halaman. Juha ditakdirkan menjadi
pengurus merasa kaget melihat sepasang sandal selingkuh Marhasan “Mungkin sandal
ini Marhasan menjadi aneh” gumam hati Juha. Kemudian Juha mengumpulkan sandal Marhasan
dengan sandal layak bakar karena tidak memenuhi kriteria sandal santri.
Pembakaran pun dimulai api melahap semua benda dihadapannya termasuk juga
sandal Marhasan. Sementara Marhasan tetap berada dipojok masjid dengan
menggigit bibir namun dalam hatinya tetap berdzikir kepada Allah. Nama-nama
santri dipanggil satu persatu Marhasan semakin mengkencangkan dzikirnya pada Tuhan.
Marhasan teringat sejarah Nabi sewaktu Isra’ Mi’raj beliau mengendarai Burraq agar
bisa sampai Shidratul Muntaha atau bertemu dengan Allah. Ia teringat sandalnya
sebagai kendaraan bertemu dengan Allah kini telah dibakar, dengan cara apalagi
ia dekat dengan Allah? Seolah- olah bumi menghimpitnya lalu punggungnya
terbebani dengan dosa-dosa. “Marhasan dari Blok D3” sontak seketika sampai
namanya dipanggil tiga kali. Lalu Marhasan berjalan keluar seolah-olah
perjalanannya adalah sebuah kenestapaan. Sesampai dihalaman Marhasan menyapu
pandangan pada sandal yang berjejeran tapi tidak ada satupun sandalnya. Marhasan
bersujud mengharap ampun kepada Allah.SWT karena fasilitas menuju
keharimbaannya telah dibakar olehb pengurus.melihat kondisi Marhasan, hati Juha
terketuk untuk menghampiri.
“Apa yang kamu tangisi San?”
berkata Juha sembari mengangkat tubuh Marhasan dari sujudnya.
“Kamu yang membakar
sandalku? “Marhasan balik bertanya.
“Aku membakarnya karena
tidak masuk kriteria sandal pesantren”
“Biadap kamu. Itu sandal
Tasawufku”
“Ceritakanlah. Jangan
berfilsafat”
“Meskipun sandalku
selingkuh dan tidak membeli di toko selingkuh tapi memiliki makna mistis yang
perlu kamu ketahui. Sandal kananku berwarna putih aku diberi seorang
habib-waliullah sewaktu sowan kedhalemnya. Sandal kiriku berwarna merah aku
dikasih seorang pencuri provesional sewaktu menolongnya dari jurang. Makanya
ketika aku pakai sandal keduanya meskipun berbeda seperti ada aliran dahsyat
ketubuhku tentang subtansi ke-Esa-an Tuhan dalam menciptakan karakter dan
menjadi pengingat kekuasaanNya bahwa baik dan buruk bersumber dariNya”
“Tapi kan sandalmu tidak masuk
kriteria sandal santri”
“Sandal santri. Iya
formalitas. Sandal Tuhan. Iya tasawuf”
Marhasan meninggalkan Juha
menuju kamarnya untuk meminta ampun pada Dzat Maha pengampun atas apa yang
dialaminya. Sementara Juha terasa bersedih atas apa yang dia lakukan sebab iya
tidak tau sebelumnya bahwa sandal Marhasan adalah fasilitas menuju tingkatan
Tajalilla. “Maafkan aku San, semoga Allah memberkatimu” gumam Juha dalam hati.
KELUARGA
BESAR KOKKONANG
Subtansi para orang gila relatif-intlektualis
Marhasan:DelegasidesaGersikPutih
Juha : Delegasi desa Kolpo
Dolhaddat :
Delegasi desa Gapurana
Dolali :
Delegasi desa Gersik-putih
Dolala :
Delegasi desa Poteran
Sugambar :
Delegasi desa Gapurana
0 Response to "Sandal Tasawuf Makhluk Aneh"
Posting Komentar