Cinta langit atau cinta bumi
Cinta langit atau cinta
bumi
Ketika itu, Marhasan memberikan kiriman ke kerabatnya. Hening seketika. Angin apa yang melusup ke hatinyasampai ia bersedih, seolah-olah Layla melantunkan simphoni syair cinta pada Majnun menggiring langkah kaki Marhasan. Hatinya berdetak kencang dan perasaan membawa kabar dari kejahuan ada seorang perempuan melihatnya dibalik monitor. Entah siapa namanya? Jelas wanita itu telah mengusik hatinya. Cinta yang layu kini bersemi kembali. Bunga di taman tumbuh bermekaran dan harumnya jelajahi dunia kelam. Akhirnya, Marhasan mengeksploitasi emosional halaman luas untuk memecah khayalnya. Mendadak beku hatinya. Sunyi seketika. Dibalik pohon pencakar langit setetes embun membasahi sanubarinya. Perempuan yang tak asing lagi, justru membuat Marhasan terlena. Sungguh Maha Agung Tuhan dari sudut pandang kenikmatan: kecantikan, kekayaan, keilmuan, karakter dan sebagainya menjadi sorotan mata par kumbang. Hati siapa yang tak terketuk? Apabila perempuan itu disandingkan dengan bunga di taman, akan semerbak harumnya dan apabila singgah di tanah tandus maka akan menjadi hijau, sumber kehidupan. Sekian lama empat mata bercumbu mesra, tiba-tiba suara menggema, entah dari siapa dan dari mana. “Sadar San, dunia adalah manipulasi setan yang menciptakan hedonisme di dunia ini.” Sontak seketika Marhasan menundukkan kepala dan membelikkan tubuh hendak ke- kamarnya dengan muara sedih dan bahagia. Setelah sampai, Marhasan membandingkan dirinya, mungkin dan mungkinkah, kufu` atau dosa.
Engkau perempuan cantik
Turus dengan wajah paras meronanya
Hingga denyut dalam sanubariku
Berirama bersama detak jantungku
Lantaran engkaulah rembulan mengusik
malamku.
Ini
adalah sepenggal puisi Marhasan dalam komonitas Kokkonang. Dia adalah penyair
pada masanya. Gubahan puisinya telah menggetarkan dunia dan menjadi Tuhan dalam
karyanya. Marhasan memiliki banyak karakter dalam mengekspresikan, dia menjelma
Mustofa Bisri dengan puisi agama, Chairil Anwar dengan puisi pemberontak,
Jalaluddin Rumi dengan puisi cinta, Kahlil Gibran dengan puisi kehidupan... Marhasan
bertipikal multitalenta: penyair, esais, cerpenis, novelis, budayawan,
pegiatteater, pemusik dan lain-lain. Dengan banyak warna hobi, ia ibaratkan
ladang yang ditamani beraneka tumbuhan dan kelak hasil yang berkualitas dia
pegang dan ditekuni. Maka, layaknya “Musafir bayang” mengeksploitasi dunia
khayal dan realita dan apabila kehabisan bekal, dia singgah di perpustakaan.
Ini semua menjadi tradisi dalam buku besarnya.
Maka
awal dari semuanya, Marhasan memandang dengan emosional-spritual kehidupan ini.
Di memulai dari konsep dunia, tiada
wanita yang memiliki kecantikan sempurna. Kesempurnaan wanita hanya ada
dikhayal kekasihya, atau memakai istilah Kahlil Gibran. “Wanita yang sempuran
hanya ada dua: satu, berada diangan-angan dan seorang lagi belum lahir” Begitu
banyak wanita cantik dan dianggap sempurna sehingga menjadi sorotan mata dengan
pesonanya. Bersifat sementara. Merujuk ulang perkataan Gibran adalah
benar-meskipun Gibran beragama Kristen- sama dengan firman Allah. “ Di dunia
ini tidak ada yang sempurna” artinya tidak tetap: muda jadi tua, cantik jadi
jelek, bahagia jadi sedih, hidup jadi mati... ironisnya, anak muda sekarang
mulai meniru karakter hefonisme dan kulturalisme Eropa. Mereka dalam mencari
pasang hidup “tidak sempurna” atau kontaganti pasangan. Sementara islam
menekankan pada cinta dan harmoni seperti kisah roman Layla dan Majnun- menurut
riwayat kisah ini masih diperdebatkan anatar fakta dan fiktif- melalui cinta
mereka lebih dekat pada Sang Pencipta dan Pengelola Cinta. Mereka bukan
mensentralkan pada nafsu melaikan pada kesucian hati dan harmoni. Persoalan
yang terjadi sekarang adalah masalah individualis, butuh pemahaman emosional
dan spritual lebih lanjut. Semakin dalam masalah ini maka anak muda semakin
tenggelam dan sulit untuk diselamatkan.
Salah
satu fasilitas memikat hati wanita adalah sastra. Dengan demikian sastra adalah
bahasa nurani, hati, sanubari hati manusia lembut. Sekeras batu pun bisa
berlubang dengan setetes air, apalagi hati...melalui sastra hati dikendalikan.
Sastra tidak hanya dilalui skill psikologis wanita tapi juga dalam bentuk:
intimidasi, demostrasi, politik, birokrasi... sebagaimana telah dilakukan
penyair tanah air seperti: Chairil Anwar, Taufik Ismail, Emha Ainun Najib,
Sapardi Djoko Damono dan sebagainya. Semakin makro anak muda bersastra maka
berpeluang emas hati seseorang.
Jalan
alternatif yang diminati anak muda adalah puisi. Karena dengan berpuisi hati
akan tunduk dan menurut. Puisi dengan desain bahasa indah dan puitis semakin
mudah mengkatrol hati seseorang. Kalau anda membaca kisah roman Layla Majnun
anda akan terkagum-kagum dengan gubahan
puisi Majnun yang tak lelang dibaca orang, karena bahasa yang dibaca Majnun
menusuk dan mendalam. Mengapa dengan bahasa? Kalau kita lebih dalam mengkajinya
kita akan menemukan titik pusat antara bahasa lisan dan tulisan. Tentu dari
perbedaan itu akan menjadi tolak ukur kualitas percakapan. Bahasa lisan kita
membacanya dengan pikiran, malalui kecerdasan dan kepiwaian menangkap
percakapan. Sedangkan bahasa tulisan, justru kita membaca dengan hati dan
pikiran. Ketika seseorang membacanya dalam bentuk karya, yang bekerja adalah hati dan pikiran. Tetap
hati diprioritaskan sementara pikiran sebagai analog realita dan khayalan. Hati
adalah bahasa Tuhan karena hati tidak akan berbohong atau memakai istilah Kahlil
Gibran “ Tulislah dengan tangan cahaya maka tulisanmu akan bercahaya” arti
cahaya yang dimaksud Gibran adalah hati. Apabila seseorang menulis dengan hati
entu orang membacanya dengan hati.
Marhasan
merasa gundah melihat situasi dan kondisi sementara hatinya menggebu-gebu cinta
pada seorang wanita. Apakah terus berlanjut pada skill pacaran? Entah siapa
nyangka! Marhasan sadar bahwa ia berada di lingkungan pesantren, tentu hal itu
melanggar menejemen pesantren dan doktrinnya. Begitu banyak para santri
berbacar dibelakang monitor pesanren. Si santri asyik bercumbu mesra sementara
kiainya sujud sembah pada Sang Maha Kuasa. Apakah hal itu tidak dosa? Secara
konsep agama semacam itu adalah dosa. Dosa kepada Allah karena berhubuhan tidak
dilandasi agama dan dosa pada pesantren karena mencemarkan nama baik dan citra
pesantren. Makanya pesantren mengeluarkan peraturan keras mengenai pacaran
sebab jalan menyatukan hati dua insan bertolak belakang dengan agama dan akan
terjerus pada jebakan zina. Walata`robuzzina.janganlah
mendekati zina. Sementara pacaran adalah fasilitas perzinaan. Secara khusus Tuhan
tidak melarang hambaNya bercinta karena dirinya pencinta. Namun antara pencinta
Tuhan dan makhlukNya kontradiktif. Makhluknya termakan jebakan cinta berwajah
hedonisme. Cinta bukan karena Allah
Seandainya
laki-laki sekarang sadar maka mereka akan santai menjalani kehidupan. Dalam
sebuah observasi-survei tercatat kualitas manusia lebih dominan perempuan. Satu
laki-laki banding sepuluh perempuan. Sementara dalam kitab Tajridus Shorih ada
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas RA “ Di akhir kiamat nanti akan
unggul perempuan dibanding. Satu laki-laki banding lima puluh perempuan.” Hal
ini harus disadari lebih lanjut dan kesenangan bagi kaum laki-laki karena satu
laki-laki ada sepuluh perempuan mengharapkan cintanya. Jangan bikin ruwet masalah
ini, tho laki-laki adalah emas yang harganya mahal. Ironis juga, kalau ada
laki-laki menangis diputusin ceweknya, ia tidak sadar bahwa dari berbagai sudut
banyak perempuan mengharapkannya, maka terpenting dan penting lainya, ilmu dulu
kita pelajari soal perempuan masih porsi nomor kesekian kalinya. Ketika ilmu
sudah diperoleh tidak hanya perempuan, tapi dunia akan berlutut di kakinya.
Kalaupun bisa, laki-laki sekarang tidak hanya satu mencari pasangan hidup rumah
tangga, minimal dua sampai empat yang ditargetkan dalam al Quran, karena
dikhawatirkan perempuan yang tidak kebagian mencari kehangatan dan belaian
kasih sayang denga berzina.
“Astaghfirullah,”
gerutuh Marhasan dalam hatinya.
“Cintamu
bukan cintaku.” Terdengar suara Majnun dari sebrang, entah dari mana. “Cinta
adalah rahmat dari surga dan menjad berkah bagi jiwa. Cintaku adalah langit
sementara cinta dari yang melahirkan angan-angan serta nafsuh adalah cinta
bersumber dari bumi. Cinta seperti tiu mudah berubah, jika apa yang
diangan-angankan tidak sesuai dengan dengan keyataan. Cintaku pada Layla tidak
bersuber dari bumi. Ia menyala dengan kebenaran surga, tak ada setetes debu
yang memburamkan cinta ma`rifatku”
“Ya
Allah, Ya Ghafur...” gerutu Marhasan kedua kalinya.
Marhasan
sadar atas perbuatannya selama ini. Dulu ia sering memalsulkan cinta pada
kekasihnya. Selama ini cinta dalam hatinya adalah cinta yang bersumber dari
bumi. Terdengar lagi suara menasehatinya. Entah dari siapa ini. “Apa mungkin
setetes embun akan menguasai luasnya lautan dan mungkinkah sebutir debu akan
mewarnai kaca bebing? Secara logika bisa tapi sulit untuk dipalikasikan. Kita
kembalikan pada Tuhan, terkadang Tuhan beraneka skil diluar nalar logika
manusia. Apa munkin kamu siap memakai mahkota dan duduk di singgasana ma`rifatillah?
Sementara dihadapanmu adalah ciptaan Tuhan yang menakjubkan dan sudah terkonsep
dalam hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Khuraira RA dalam kita Shohih
Muslim tentang wanita. Sedangkan dirimu adalah manusia tak tentu arah dan
kemanakah akan singgah?”
Terdengar
lagi suara rekomendasi, tak dikenal. “Marhasan...! jangan denga omongan dia.
Sudahlah itu urusan Tuhan, terpenting kamu berproses menancap pohon asmara yang
kelak berbuah surga. Ya wajar lo kamu jatuh cinta, sementara Tuhan Maha Cinta
dan Pengelolah Cinta hambaNya. Teruskan saja rasa cintamu, jangan kau kurung
perasaanmu, mumpung dia belum mendapatkan pasan hidup. Masalah cinta langit dan
bumi urusan belakangan. Nanti kamu akan sadar..”
“Cukup...!”intrupsi
Marhasan. “Kalau kalian masih berdebat. Masalah ini tidak akan terselesaikan.
Dunia ini luas, cinta Tuhan itu universal sedangkan cintaku personalitas.
Biarlah Tuhan dengan skenario dan kodratNya menentukan semua ini. Satu, ya
menyatu. Jodoh, ya jodohlan.” Tegas Marhasan berbicara sendirian.
Malam
semakin kelam dan suasan kurang memuaskan. Marhasan diam seribu bahasa.
Gapura, 20 Januari 2017
0 Response to "Cinta langit atau cinta bumi"
Posting Komentar