Pekerjaan Cinta

Pekerjaan Cinta


Saya, Qiey Romdani, jadi ikut direpotkan oleh tak menentunya di mana Marhasan berada. Sudah sebulan lebih dia tak ikut ngobrol bersama para Kokkonang. Sepintas saya melihat dia jadi saudagar, setiap hari sabtu dan selasa membawa ikan banden dan sepeda butut bolak-balik ke pasar Gapura untuk berdagang.Ketika hampir siang baru pulang dengan hasil tak memuaskan.Tapi, seminggu kemarin jadi guru, seminggunya lagi jadi narasumber di seminar ke-IPNU-an, dan seminggu tadi ikut demo ke PT. Garam. Makhluq apa ini Marhasan? Semua pekerjaan dari jenjang atas sampai bawah pernah dicipcipi makhluq aneh seperti Marhasan.Pernah seketika aktif di dunia perkantoran sampai duduk di porsi atasan. Entah, apa dan bagaimana dia bisa terpilih sementara dia bukan sarjana menejemen perkantoran, melainkan “Penganggur Sunyi” aktivitas keseharian hanya membaca, menulis dan berjalan. Kendati demikian, tak berlangsung lama sebab dia tak menemukan cinta perkantoran terhadap dirinya.Begitu pun dengan pekerjaan lainnya, paling lama satu bulan bertahan, setelah itu mencari pekerjaan lagi sampai terlihat titik cinta terhadapnya.
            Selama ini antara manusia dan pekerjaan adalah satu kesatuan yang sulit dipisahkan, seperti ikan dan air, apabila terpisah maka mekanisme kehidupan menjadi korban dari pupusnya harapan.Pekerjaan adalah nomor satu dari ekologi manusia.Indikatornya, dapat dilihat pada keluarga. Suami adalah segalanya: mencari nafkah, melindungi keluarga, menebar kasih saying, menjadi guru pertama… saya mencoba mengobservasi terhadap realita lingkungan sekitar. Apabila suami berstatus “Penganggur” masyarakat mengembleng melalui ocehan, cacian, singgungan yang menjadi korban kekejian tersebut adalah istri dan anak. Keluarga yang dibangun saat akad berlangsung di depan penghulu, Kiai, orang tua, tokoh masyarakat, juga doaSakinah, mawaddah, warrahmah dari para tamu resepsi menjadi catatan kelam dalam sejarah kehidupan. Banyak contoh kisah ini, anda bisa melihat dengan mata terbuka dan tangan di dada.Banyak keluarga pupus di tengah jalan disebabkan tak ada pekerjaan.Faktor lainnya bisa melalui pernikahan dini. Ketika manusia beranjak pubertas-tidak sampai tingkatan dewasa- otak terpecah menjadi dua: cita-cita dan permainan. Artinya, otak pada tingkatan pubertas masih tidak pokus pada objek-target.Implikasinya, keluarga bergantung pada orang tua dan mertua untuk makan dan mengisi ruang hidup.Sesungguhnya, bagi kita tidak ada pekerjaan bukan alasan logis kehancuran keluarga.Banyak pekerjaan sebanding dengan kekuatan kita namun malas, egois, malah lebih memprioritaskan pengangguran sehingga keluarga dikorbankan. Seandainya kita produktif, sukses tak dapat diukur dengan kantor. Kita bisa memanfaatkan lingkungan untuk meraup kekayaan dan berstatus “pekerja” misalnya, plastik bekas didaur ulang menjadi tas lalu dijual dengan harga pas dan masih banyak lagi. Kesuksesan tidak dapat diukur dengan pengangguran melainkan otak menyulap apapun menjadi serba apapun.
            Saya sedih melihat pekerja elit di kota metropolitan. Mereka memiliki banyak saham dan perusahaan tapi mengapa mereka memperluas menjadi koruptor?Bukankah dengan pekerjaan elit mereka bisa kaya raya namun masih saja melakukan tindakan keji yang berefek pada diri dan perusahaan.Kekayaan bukan jalan ketentraman pekerjaan.Manusia bisa melakukan apapun melalui kekayaan, tapi tidak dengan romantisme pekerjaan.Terkadang, kekayaan bisa memenggal baju leher manusia.Pertanyaannya, mengapa manusia tamak dan menumpuk pekerjaan?Saya mencoba menganalisis dari awal, adalah cinta. Cinta adalah dasar pekerjaan manusia, tanpa cinta kepokusan target menjadi samar. Mengapa masih banyak koruptor berkeliaran bebas, tho mereka adalah pengusaha elit?Karena mereka tidak cinta terhadap perusahannya, begitu sebaliknya.Seandainya, mereka kritis menjadikan kesederhanaan dan kesyukuran adalah kesatuan kesuksesan.Mustahil, manusia melakukan tindak kriminalitas terhadap diri dan perusahaan. Pinjam statemen Bang Napi “Kejahatan bukan berawal dari niat melainkan dari sebuah peluang”
            Kok pembahasannya sampai-sampai: suami, pekerja elit, koruptor, Bang Napi… mending sekarang saya bercerita tentang Marhasan saja.
            Sebelum saya bertemu dengannya, saya sudah mulai paham betapa dia memang makhluq multidimensional. Pekerjaan apapun dia lakukan; bagaimana strateginya, bagaimana duduk di kursi atasan, bagaimana dia keluar mencari aktivitas lain. Semuanya terkonsep dalam otaknya, seolah dia profesional, bertanggung jawab, tak mengada-ngada…, demikian aktivitasnya.
            Tiba-tiba saya menerima telepon dari Marhasan untuk menemani wawancara tambak udang ke Lapa Taman. Kemudian saya iya kan. Hal ini adalah langkah awal bagi saya mengetahui geografis tambak yang mengisi ruang publik.Kami pun berangkat pada lokasi.Di persimpangan Candi dua gadis menunggu di bawah pohon.Saya curiga pada Marhasan, wawancara atau ketemuan?Saya tak berani bertanya takut mengganggu kepokusan menyetir sepeda.
            Kami mendatangi suatu pertemuan yang menyangkut pertahanan tanah di satu pihak, serta proses kesadaran emosional di lain pihak. Kedua factor tersebut selama ini telah menimbulkan friksi-friksi di hampir semua kalangan masyarakat, juga hampir di setiap lapisan horizontal dan vertikal. Karena Hidayah Allah melalui model “Wawancara Ekslusif” saya sadar bahwa esensi tanah adalah masa depan keturunan. Ketergantungan 10 tahun ke depan terlihat dari tanah sekarang. Akhir ini kerap penjualan membanjiri riuh resah masyarakat untuk menjadikan tambak udang investor asing. Masyarakat dibuat resah sebab tak ada lahan pekerjaan lagi dan limbah dibuang secara liberal. Saya teringat pada desa Gersik Puith, bagaimana nasib ke depan seandainya tanah desa dijual? Secara strategis, lokasi efektif khusus tambak udang di desa Gersik Putih, karena dekat dengan lautan.Jauh sebelum gempar tambak udang, Gersik Putih sudah ada tambak udang yang tak kalah lebar dari tambak-tambak biasa.Bahkan.Keuntungan tidak diambil desa melainkan untuk masyarakat yang bersusah payah mencari udang.Saya bersykur tentang kesadaran masyarakat pada keturunannya.Namun kesadaran mereka baru muncul akhir-akhir ini, sementara masa kelam desa sebagai gambaran kebodohan masyarakat.Gersik Putih dulunya pengahasil garam milik sendiri tapi sekarang sudah diambil alih ke tangan pemerintah sehingga kapasitas ekonomi masyarakat bergantung pada Jakarta.
            Satu jam berlalu, kami pamit pulang karena waktu hampir malam. Kami pun berlalu dari lokasi.Ada satu hal pertanyaan saya pada Marhasan tapi dia pokus menyetir.Kalau sekiranya saya tidak tanyakan, sulit saya berjumpa lagi dengannya.Namanya juga manusia aneh, sehingga berefek pada aktivitasnya aneh, untuk saya tidak ikutan aneh.
            “Pekerjaanmu sekarang apa?” saya bertanya pada Marhasan.
            “ Itu di depan!”
            “Dua gadis itu?” saya bertanya sendiri, apa maksud pekerjaan Marhasan, berapa penghasilannya. Marhasan menangagguk.Dia sadar atas ketidak mengertian saya.Dia pun menjelaskan.
            “Saya suka pekerjaan ini, saya cinta pekerjaan ini, meskipun saya tak digaji saya tetap ikhlas sebagai pekerja sebab pekerjaan ini berbasis Fiddun yaw al akhirah.Baru kali ini saya merasakan geregetan aneh yaitu cinta dari pekerjaan pada pekerja.Mengapa banyak koruptor, pencurian, perampokan… dilatarbelkangi kesamaran cinta pekerjaan pada pekerja.Cinta memberi pelajaran bagi manusia untuk pokus.Pekerjaan memiliki hak untuk tidak diduakan dengan pekerjaan lainnya, sepertinya poligami tak berlaku dalam konsep pekerjaan.Tak mungkin saya berpoligami pekerjaan untuk meraup keuntungan banyak. Cukup dengan pekerjaan ini, hidup saya tentram, senang, bahagia… anda tahu apa pekerjaan saya? Adalah mencintai Maimunah!”
            Saya tak kuat menahan tawa, terpecahlah.Pembahasan muter-muter, tho intinya pekerjaan mencintai Maimunah.Ada-ada saja makhluq aneh ini.
            “Manusia tak bisa menghindar dari rasa benci.Bagaimana jikalau kamu benci terhadap Maimunah.Apakah benci bukan lawan dari kata cinta?” saya bertanya lagi pada perasaan Marhasan.
            Marhasan menjawab, “Bukan. Bacalah Kahlil Gibran. Benci adalah cinta yang disakiti.Benci adalah cinta yang merasakan sakit, tapi yang merasakan sakit itu ya tetap cinta namanya.Jadi sekali lagi, cinta itu utuh, kental, abadi. Seperti ruh, seperti rasa bahagia, itu makhluq bataniah yang amat dekat letaknya dengan Allah”
            Maka ketika itu saya bertanya lagi, “Apakah kebahagiaan ada hubungannya dengan kekayaan, kemiskinan, status social, pangkat, dan lain-lain?”
            Marhasan menjawab, “Tentu tidak, copas perkataan Cak Nun, yang menentukan kebahagiaan bukan kekayaan atau kemiskinan, melainkan bagaimana sikap mental dan sikap batin manusia terhadap kekayaan dan kemiskinan.Silahkan anda beli mobil sebanyak-banyaknya, asal anda tidak menjadi tergantung, diperbudak, dan diatur hidup anda oleh mobil itu. Kalau anda diperbudak, pasti anda jauh dari kans kebahagiaan. Kalau anda mandiri, anda merdeka dan sanggup mengatasi milik anda, maka anda anda lebih mungkin bahagia…”

Gersik Putih, 07 September 2017

0 Response to "Pekerjaan Cinta"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel